BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 10 Desember 2010

GOODENAUGH: PROBLEMS IN THE CONCEPT OF CULTURE

Oleh: Suhermanto Ja’far
 
Permasalahan yang biasa muncul dalam diskursus tentang kebudayaan adalah hubungan antara individu dan masyarakat. Ratusan definisi kebudayaan merefleksikan asumsi-asumsi berbeda tentang evolusi manusia, fokus perhatian yang berbeda (masyarakat, pengetahuan, dan perilaku) dan asumsi epistemologis yang berbeda.
            Banyak antropolog yang mengemukakan gagasan bahwa kebudayaan adalah suatu yang dipelajari. Pengetahuan diperoleh manusia secara kumulatif menggantikan keyakinan metafisis dan teologis. Para antropolog tersebut meyakini adanya suatu evolusi universal kebudayaan manusia. Kebudayaan dinilai berdasarkan skala primitif – modern. Kebudayaan, menurut para antropolog tersebut,  merupakan suatu gerak dialektis yang niscaya dan dapat diprediksi.
            Gagasan tersebut mendapatkan tantangan dari para antropolog yang mengemukakan gagasan bahwa kebudayaan merupakan seperangkat kebiasaan, keyakinan dan institusi sosial yang unik. Kebudayaan pada masyarakat yang berbeda tidaklah dapat diukur berdasarkan tingkatan dalam suatu evolusi kebudayaan melainkan setiap kebudayaan memiliki kualitas yang unik dan berbeda. Perbedaan kebudayaan dipahami sebagai akibat dari accidents sejarah daripada semata-mata  refleksi tahapan perkembangan evolusioner dimana semua masyarakat ditakdirkan untuk melewatinya.
            Kebudayaan didapatkan melalui proses belajar. Melalui pengalaman terhadap benda-benda yang dibuat rekannya. manusia membentuk konsepsi tentang mereka, mempelajari bagaimana menggunakannya, dan menemukan bagaimana cara membuat seperti apa yang dibuat rekannya. Pendeknya, manusia mempelajari kebudayaan untuk memenuhi standard kolektif yang sudah diterima secara konsensus dalam masyarakat.
            Konsep kebudayaan seperti itu memiliki dilema. Kebudayaan sebagai suatu yang dipelajari demi pemenuhan standar terletak di antara individu bukan di benak masing-masing individu. Konsep kebudayaan tersebut memerlukan suatu asumsi yang oleh ahli-ahli sosiologi Prancis disebut representasi kolektif..
            Apabila kebudayaan adalah suatu yang dipelajari, problem metodologis adalah bagaimana ilmuwan mempelajari kebudayaan supaya mampu mendeskripsikannya. Relasi antara individu dan kebudayaan, oleh karena itu, krusial terhadap metode dan teori dalam antropologi.
 Para antropolog yang menganggap bahwa kebudayaaan adalah suatu yang dipelajari menemui suatu dilema antopologis. Mereka berusaha menetapkan hukum-hukum dalam suatu masyarakat: bahwa ada suatu standar kolektif yang diyakini baersama,  namun manusia memiliki kehendak bebas dimana ia bisa melanggar ekspetasi-ekspetasi yang diajukan para antropolog tersebut. Deskripsi yang valid tentang kebudayaan sebagai suatu yang dipelajari adalah kemampuan prediksi apakah suatu perilaku tertentu akan diterima oleh mereka yang mengetahui kebudayaaan sebagai penyesuaian terhadap tingkah laku standar. 
Terdapat dua fenomena dimana prediksi diterapkan pada tingkah laku manusia. Pertama, adalah dimana sistem standar perilaku merupakan instrumen penting dalam memprediksi perilaku aktual. Prediksi terhadap perilaku dan peristiwa aktual adalah pernyataan yang bersifat probabilitas berdasarkan persentasi teramati suatu contoh dari peristiwa masa lalu tentang dua hal tersebut. Kedua, tingkah laku aktual dinilai berdasarkan standar perilaku. Prediksi bukan ditujukan pada apa yang akan terjadi tetapi standar apa yang berlaku. Pendeknya, pernyataan yang dikemukakan adalah berupa definisi dan aturan-aturan
Clifford Geertz menyatakan bahwa kebudayaan bersifat publik. Ia merupakan makna kolektif yang dipahami oleh individu-individu dalam suatu masyarakat. Individu-individu mempelajari kebudayaan agar sesuai dengan standar yang ditentukan sebelumnya. Goodenaugh, di lain pihak, mengatakan bahwa apabila kita berhenti pada apa yang Geertz kemukakan, maka kita tidak mampu mengenali adanya fakta bahwa orang mengalami peristiwa-peristiwa tak lazim (novel events)  dan segera menemukannya sebagai suatu yang bermakna. Pendekatan antropologis Goodenaugh maju lebih jauh dari sekedar simbol-simbol kolektif saja. Pendekatannya memperhatikan pula faktor-faktor emosional dan kognitif yang memungkinkan sesuatu yang tak lazim (novel) menjadi bermakna. Faktor-faktor tersebutlah yang membentuk lokus utama kebudayaan.
6
 
(Dilarang memperbanyak tulisan ini tanpa seijindosen pengampu) 

0 komentar: