BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 10 Desember 2010

KOENTJARANINGRAT: TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN STRUKTURALISME STRAUS

Suhermanto Ja’far
           
Teori fungsional struktural tentang kebudayaan dikemukakan oleh seorang antropolog kelahiran Polandia  bernama Bronislaw Malinowski. Dalam perjalanan intelektualnya,  ia banyak dipengaruhi oleh aliran behaviorisme dalam psikologi khususnya teori-teori tentang proses belajar. Akibatnya, ia mulai mengembangkan kerangka teori baru untuk menganalisa fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya teori fungsional tentang kebudayaan.
            Ia mengajukan suatu metode antropologi baru yang kemudian hari berkembang sangat pervasif. Ia mensyaratkan penguasaan bahasa lokal terhadap para peneliti lapangan supaya peneliti dapat memperoleh pengertian yang mendalam tentang gejala-gejala sosial yang ditelitinya.  Selain penguasaan bahasa,  para peneliti juga wajib melakukan observasi yang cermat dengan disiplin tinggi mencatat dalam buku harian. Apabila kesemuanya telah dijalankan dengan ketat, para peneliti diharapkan mampu menerangkan latar belakang dan fungsi dari adat tingkah laku manusia dan pranata-pranata sosial dalam masyarakat.
            Malinowski menjabarkan konsepnya tentang fungsi sosial dalam tiga tingkatan abstaraksi: (1) fungsi sosial dari adat, pranata sosial fdan unsur kebudayaan dan pengaruhnya pada adat, pranata sosial, dan unsur kebudayaan yang lain dalam masyarakat (2) pengaruhnya pada kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan (3) pengaruhnya pada kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.
            Malinowski menentang konsep ‘automatic spontaneous submission to tradition’ untuk menjelaskan bagaimana suatu masyarakat menjaga kestabilan sosialnya. Ia menerangkan bahwa berbagai macam sistem tukar menukar yang ada di masyarakat-lah yang merupakan daya pengikat dan daya gerak suatu masyarakat.
            Kebudayaan dari sudut pandang fungsionalisme dipandang sebagai aktivitas manusia yang dimaksudkan memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan keseluruhan kehidupannya. Kesenian, misalnya,  dipandang sebagai aktivitas manusia untuk memuaskan kebutuhan nalurinya akan keindahan.
            Teori fungsionalisme struktural Malinowski berkembang dengan pesat dan memperoleh banyak penganut di kalangan antropolog. Mereka (para antropolog fungsionalisme struktural) antara lain: Radcliffe-Brown, Arthur Maurice Hocart, Evans Pritchard, Meyer Fortes, Raymond Firth, dll. Mereka tentu saja tidak menganutnya secara dogmatis, melainkan tetap mengadakan modifikasi di sana sini. Suatu hal yang pasti adalah mereka menganut asumsi-asumsi dasar Radcliffe Brown terutama tentang konsep fungsi sosial kebudayaan.
            Berbeda dengan fungsionalisme struktural yang memfokuskan diri pada materi (pemenuhan kebutuhan), strukturalisme lebih cenderung pada struktur kognitif manusia. Dengan kata lain strukturalisme lebih memfokuskan diri pada ideas. Pelopor aliran strukturalisme adalah seorang antropolog Prancis bernama C. Levi Strauss.
            Menurutnya, akal manusia selalu mencoba mencari antara dua ekstrem dalam suatu kontinuum, suatu keadaan antara yang dapat menghubungkan kedua ekstrem itu, karena mengandung ciri-ciri dari kedua-duanya. Struktur kognitif ini digambarkan dengan baik oleh Strauss dengan apa yang ia namakan segitiga kuliner. Segitiga kuliner menggambarkan bagaimana struktur kognitif menentukan pemahaman manusia  tentang realitas, seperti dicontohkan Strauss berupa makanan. Makanan terdiri dari tiga jenis, yaitu: lewat proses pemasakan, lewat proses fermentasi, dan makanan mentah. Akal manusia menerapkan struktur pada makanan bahwa ada yang bebas dari proses dan ada yang terkena proses. Makanan terkena proses  digolongkan lagi menjadi  dua ekstrem: makanan yang dimasak dan yang difermentasi. Makanan bebas proses merupakan golongan alam, dan yang terkena proses merupakan golongan kebudayaan.
            Antropologi strukturalisme berkeyakinan bahwa perangkat kognitif manusia selalu mengklaskan alam semesta dan masyarakat sekitarnya ke dalam beberapa kategori dasar. Cara yang paling elementer adalah membagi alam semesta ke dalam dua golongan yang bertentangan namun berelasi (oposisi biner). Manusia membagi alam menjadi dua golongan seperti: bumi/langit, hidup/maut, manusia/dewa, kerabat/orang luar, pria/ wanita, dll.
            Perbedaan Strauss dengan para antropolog fungsional seperti Radcliffe Brown, Malinowski, dkk adalah sebagai berikut: Kalau para sarjana tersebut menganggap struktur sosial sebagai suatu perumusan dari jaringan hubungan interaksi antar-manusia dalam masyarakat didapatkan dari abstraksi induktif dari data-data nyata, maka Strauss membalik proses tersebut Baginya, struktur terdapat di benak manusia  yang dianggap elementer dan oleh karena itu bersifat universal.

 
8
 
(Dilarang memperbanyak tulisan ini tanpa seijindosen pengampu)

0 komentar: